Abah Guru Sekumpul, atau al-Alim al-Allamah al-Arifbillah Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, dikenal sebagai salah satu ulama besar yang memiliki pengaruh luas di Nusantara. Perjalanan syiar beliau dimulai dengan mengajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Tugas ini dilaksanakan atas rekomendasi dari beberapa ulama besar, yaitu K.H. Abdul Qadir Hasan, K.H. Sya’rani Arif, dan K.H. Salim Ma’ruf. Selama lima tahun, beliau mengabdikan diri untuk mendidik para santri di pondok tersebut.
Namun, setelah lima tahun, Abah Guru Sekumpul memutuskan untuk berhenti mengajar di Pondok Pesantren Darussalam dan mulai membuka pengajian sendiri di Keraton Martapura, tepatnya di rumah beliau. Awalnya, pengajian ini ditujukan untuk membantu para santri Pondok Pesantren Darussalam memahami kitab-kitab bidang nahwu dan sharaf yang sedang mereka pelajari. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pengajian beliau menarik perhatian tidak hanya dari kalangan santri, tetapi juga dari masyarakat umum.
Pengajian Abah Guru Sekumpul pun berkembang pesat. Kitab-kitab yang dikaji dalam pengajian tersebut semakin beragam, mencakup bidang fiqih, tasawuf, tafsir, dan hadis. Beliau juga dikenal giat mensyiarkan pembacaan Maulid Simthud Durar yang dikarang oleh al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, sebuah tradisi yang terus melekat dalam pengajian beliau.
Karena semakin banyaknya masyarakat yang menghadiri pengajian beliau—termasuk ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat dari berbagai daerah—lokasi pengajian di rumah beliau di Keraton Martapura tidak lagi memadai. Abah Guru Sekumpul kemudian memindahkan pengajian ke wilayah Sungai Kacang, Martapura. Di tempat baru ini, beliau membangun sebuah kompleks yang diberi nama Ar-Raudhah, terinspirasi dari nama Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah. Kompleks ini juga sering disebut Sekumpul, dengan harapan agar beliau dan para jamaahnya dapat berkumpul kembali, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Pengajian di Ar-Raudhah difokuskan pada tiga bidang utama: tauhid, tasawuf, dan fiqih. Selain itu, Abah Guru Sekumpul juga mengajarkan amalan-amalan wirid, khususnya zikir tarekat Sammaniyah. Mushola Ar-Raudhah menjadi pusat kegiatan keagamaan yang terus dipadati jamaah dari berbagai daerah, termasuk luar Kalimantan Selatan.
Keteguhan di Tengah Ujian Kesehatan
Meskipun di masa-masa akhir hidupnya Abah Guru Sekumpul menderita berbagai penyakit sejak tahun 1987, beliau tetap melanjutkan pengajian. Penyakit yang beliau derita memerlukan penanganan serius, sehingga jadwal pengajian secara bertahap dikurangi. Namun, semangat beliau tidak surut; Abah Guru Sekumpul tetap menyampaikan ilmunya, bahkan dengan menggunakan siaran langsung video dari kamar beliau saat tidak memungkinkan untuk hadir langsung.
Pada akhir Juli 2005, kondisi kesehatan beliau semakin menurun. Abah Guru Sekumpul kemudian dibawa ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura untuk menjalani perawatan. Selama di sana, kondisi beliau naik turun hingga akhirnya diputuskan untuk membawa beliau kembali ke Martapura. Pada subuh hari Rabu, 10 Agustus 2005 M atau 5 Rajab 1426 H, Abah Guru Sekumpul menghembuskan nafas terakhirnya di usia 63 tahun.
Peristirahatan Terakhir
Berita wafatnya Abah Guru Sekumpul membawa duka mendalam bagi umat Islam, khususnya masyarakat Kalimantan Selatan. Ribuan jamaah dari berbagai daerah berbondong-bondong menuju kompleks Ar-Raudhah Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Tahlil dan salat jenazah dilakukan secara bergantian, diimami oleh ulama-ulama terkemuka.
Jenazah beliau dimakamkan di sisi kiri mihrab Mushola Ar-Raudhah saat azan salat Asar berkumandang. Tempat peristirahatan terakhir ini hingga kini menjadi tujuan ziarah bagi ribuan umat Islam yang ingin mengenang jasa dan perjuangan beliau dalam syiar Islam.
Warisan Keilmuan Abah Guru Sekumpul
Selain dakwah yang meninggalkan jejak mendalam, Abah Guru Sekumpul juga meninggalkan karya-karya yang menjadi warisan keilmuan Islam. Beberapa di antaranya adalah:
- Manaqib Syekh Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Samman al-Madani
- Risalatun Nuraniyyah fi Syarhi Tawassulat as-Sammaniyah
- Nubzah fi Manaqib al-Imam al-‘Azham al-Faqih al-Muqaddam
- Ar-Risalah fi Auradil Mufidah
- Al-Imdad fi Auradi Ahlil Widad
Semasa hidupnya, Abah Guru Sekumpul adalah sosok ulama yang tidak hanya dihormati karena ilmunya, tetapi juga dicintai karena akhlaknya yang mulia, ketawadhuannya, dan kasih sayangnya kepada umat. Hingga kini, pengaruh dan keteladanan beliau terus hidup dalam hati para jamaah dan murid-muridnya, menjadikan beliau sebagai salah satu ulama besar yang namanya akan selalu dikenang sepanjang masa.
Referensi :
M. Anshary El Kariem, Saat-saat Terakhir Abah Guru Sekumpul, (Tapin: Pondok Pesantren Darul Muhibbien, 2017)