Setiap masa pasti memiliki Perbedaan, Perbedaan generasi ini terbentuk karena adanya kondisi sosial ekonomi, sejarah, budaya dan teknologi yang berbeda. ada 2 hal utama yang mendasari pengelompokan generasi, yaitu faktor demografi khususnya kesamaan tahun kelahiran dan yang kedua adalah faktor sosiologis khususnya adalah kejadian - kejadian yang historis, menurut Parry & Urwin (2011).
Namun, dalam era sekarang banyak sekali menyebutkan bahwa, mahasiswa Sekarang mahasiswa apatis dan mahasiswa mati, dikarenakan tidak adanya ruang diskursus ataupun gerakan-gerakan yang menjadi ciri khasnya para mahasiswa.
Pada dasarnya, Mahasiswa mempunyai peran dan fungsi dalam masyarakat. Peran dan fungsi mahasiswa tentunya sangat penting. Mahasiswa adalah seseorang yang sedang belajar di suatu universitas. Selain belajar di perguruan tinggi dan universitas, mahasiswa juga mempunyai peran dan fungsi dalam masyarakat. mahasiswa memiliki peran dalam masyarakat di antaranya ialah agent of change, iron stock, penjaga nilai, kekuatan moral, dan sebagai pengontrol dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Dalam keadaan bangsa sekarang yang mengalami banyak sekali kekacauan, baik sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, politik dan lain-lainnya, banyak sekali yang menanyakan dan menyalahkan mahasiswa sekarang, mengigat peran dan fungsinya sebagai 5 (lima) hal yang disebutkan sebelumnya, serta gerakan mahasiswa pernah mengukir sejarah pada 1998 adalah puncak dari suatu gerakan Mahasiswa pendukung demokrasi pada akhir dasarwasa 1990-an di Indonesia. Gerakan ini menjadi momentum karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Indonesia pada 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menduduki jabatan tersebut, hingga sekarang gerakan itu selalu ada meskipun mengalami pasang surut.
Jack Mezirow dalam teori pembelajaran transformasionalnya, mengatakan bahwa mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan mengalami transformasi dalam pemikiran dan sikap mahasiswa. Pembelajaran yang transformatif dapat membuka wawasan berpikir mahasiswa terhadap realitas sosial dan mendorong mereka untuk bertindak secara kritis. Mahasiswa adalah pihak yang familiar dengan gerakan sosial dan aksi demonstrasi, untuk menuntut adanya perubahan. Penyematan gelar mahasiswa sebagai agen of chang pun diberikan, bahkan terkesan diagung-agungkan. Tetapi apakah gelar tersebut masih pantas diberikan kepada mahasiswa?
Karena sejatinya julukan sebagai agend of change atau agen perubahan harus dimaknai secara mendalam sehingga dapat mempersiapkan diri sebagai generasi penerus bangsa Indonesia yang terbaik khususnya dalam ranah kampus, lingkungan, dan masyarakat kedepannya.
Hal-hal yang diperhatikan oleh mahasiswa Pertama, mahasiswa sebagai agen of changed adalah mahasiswa yang harus mempunyai kesadaran diri dalam hal-hal yang baik dan buruk, peka, peduli, dan mempunyai imajinasi akan kehidupan yang lebih baik sesuai dengan keadaan zaman. Kedua, mahasiswa harus memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi dan menginspirasi banyak orang, baik di kampus maupun di luar kampus dengan mengunakan teknologi yang muda untuk diakses dan diketahui banyak orang. Ketiga, mahasiswa harus memiliki akses pengetahuan dan sumber informasi dari berbagai teknologi modern serta wawasan yang cukup luas, yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan.
Bila melihat generasi Sekarang yang sangat akrab dengan internet sejak usia dini, maka mereka dapat melahap informasi secara tidak terbatas. Cukup menggunakan telepon canggih, semua bisa mereka peroleh melalui media sosial. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia dapat cepat dirasakan. Dengan begitu, aksi solidaritas akan tetap bisa terbangun melalui kecanggihan teknologi, bahkan dengan orang-orang yang tidak bertemu secara fisik.
Paradoks yang menarik tercipta ketika media sosial, yang awalnya dirancang sebagai sarana hiburan dan interaksi sosial, berkembang menjadi alat yang berdaya guna dalam mengakomodasi aspirasi dan gerakan sosial. Platform-platform ini, seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan sebagainya, telah menjadi ruang publik digital di mana suara-suara yang selama ini terpendam, terdengar dengan jelas dan lantang. Di ruang maya ini, setiap individu memiliki kekuatan untuk menggema, menciptakan gelombang perubahan yang mampu merambah ke ruang-ruang yang lebih luas.
Media sosial telah mengubah paradigma tradisional dalam komunikasi massa. Jika dahulu informasi dan pesan disampaikan secara unilateral dari satu sumber ke banyak penerima, kini media sosial telah merubahnya menjadi dialogis, di mana setiap individu tidak hanya menjadi penerima, tetapi juga pengirim pesan. Di sinilah letak kekuatan terbesar generasi sekarang yang mengunakan media sosial dalam menggerakkan gerakan. Setiap individu, tanpa memandang latar belakangnya, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam diskursus sosial, menciptakan kolaborasi ide yang tak terbatas dan memperkaya wawasan kolektif. karna sekarang "tidak akan ditindak jika tidak viral terlebih dahulu". (No viral no Justice).
Menurut Nasrullah (2015) media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Media sosial buhan hanya sebagai tempat mengekspresikan. Namun, Media sosial juga menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi angka penganggur dan menjadi sumber penghasilan, dan bisa dilakukan dari yang muda bahkan yang tua.
Demonstrasi atau aksi yang diorganisir melalui media sosial telah menjadi fenomena yang semakin umum di era digital. Media sosial mempermudah penyelenggara aksi untuk berkomunikasi dengan peserta. Informasi seperti waktu, tempat, dan tujuan aksi dapat dengan cepat disebarkan kepada khalayak luas. Grup di platform seperti Facebook, WhatsApp, atau Instagram sering digunakan untuk mengatur logistik dan strategi aksi, dan informasi mengenai kejadian yang ada. Melalui media sosial, aksi dapat dengan cepat mendapatkan dukungan yang luas. Tagar (hashtags), video, atau konten viral lainnya dapat menarik perhatian dan menginspirasi orang untuk bergabung dalam demonstrasi, bahkan mereka yang awalnya tidak tahu atau tidak terlibat. Media sosial juga memungkinkan peserta untuk mendokumentasikan tindakan polisi atau pihak berwenang, yang bisa berfungsi sebagai bukti atau bahan untuk advokasi. Sebelum dan sesudah aksi, media sosial digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang diadvokasikan. Kampanye online yang disertai dengan narasi yang kuat dapat membangun momentum, menggalang dukungan, dan menekan pihak berwenang atau lembaga untuk merespons tuntutan aksi. Media sosial juga membantu dalam aspek keamanan demonstran. Informasi tentang lokasi yang aman, ancaman potensial, atau tindakan represif dari pihak berwenang dapat dengan cepat dibagikan, membantu demonstran untuk menghindari situasi berbahaya.
Kalo kita sebut Mahasiswa sekarang "Mati" itu sudah pasti saya bilang "tidak" .media sosial dapat dianggap sebagai bagian dari diskursus. Diskursus adalah cara di mana ide, informasi, dan pandangan disampaikan, dipertukarkan, dan dibahas dalam masyarakat. Media sosial berfungsi sebagai platform di mana orang dapat berbagi pandangan, berdebat, dan berdiskusi tentang berbagai topik, mulai dari isu-isu sosial, politik, hingga budaya populer. Oleh karena itu, media sosial memainkan peran penting dalam membentuk dan memfasilitasi diskursus publik. maka dari itu bukan saatnya kita untuk menyalahkan atau membandingkan generasi mana yang terbaik, karna "ada banyak jalan menuju Roma". sekarang saatnya bagaimana kita bersinergi untuk mengatasi permasalah yang terjadi, karna ini kewajiban kita bersama bukan hanya mahasiswa saja, karna kemerdekaan terjadi disebabkan karna kesatuan dan persatuan kita dalam melawan penjajah. (manarul)
Keren sekali sahabatku. Semangat terus berkarya.