Nqp5MGN8Nap7LWVdNGV5NGRbyTUfATofA6YbyaV=
Kenaikan PPN 12% , Penderitaan 100%?

Kenaikan PPN 12% , Penderitaan 100%?


Oleh : Ahmad Arya (Koordinator Biro Aksi dan Propaganda PC PMII Banjarmasin)

"Ane lupa kapan terakhir kali ane menaruh kepercayaan pada siapa pun yang mengurus negara ini. Ingatan buruk tentang kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat terus menghantui, seolah olah pemerintah sengaja memperpanjang daftar kekecewaan dengan kebijakan baru yang hanya menambah rasa penderitaan."

Salah satu kebijakan terbaru yang memicu kemarahan adalah wacana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. PPN yang dikenakan pada hampir semua barang dan jasa, menyentuh setiap aspek kehidupan masyarakat. Meski ada barang tertentu yang dibebaskan dari PPN, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial. Terus apakah efek domino dari kenaikan ini dapat terhindarkan? Jika kita bedah lagi, setiap produk atau jasa yang beredar akan tetap terdampak oleh kenaikan PPN. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau.

Begini, bisa saja sembako tidak kena PPN, tapi bagaimana dengan distribusi yang melibatkan kendaraan dan segala bentuk perawatannya? Elemen-elemen penyusun dari barang dan jasa yang diniatkan bebas pajak tetap terdampak. 

Alasan pemerintah untuk menaikkan PPN selalu saja sama, selalu dengan alasan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran. Mereka mengemasnya dengan janji mulia seperti pembangunan infrastruktur dan pemerataan pendidikan. Namun, mengapa efisiensi anggaran tidak dimulai dari internal pemerintahan mereka? Maksud saya, jika memang pemerintah merasa ada kebutuhan yang mendesak dan perlu uang banyak, mestinya mereka perlu koreksi diri sendiri terlebih dahulu. Kabinet sekarang yang gemuk, lengkap dengan jabatan baru seperti staf khusus utusan Presiden, tentu memakan banyak anggaran. Kenapa tidak melakukan efisiensi pada badan sendiri terlebih dahulu?

Berbagai langkah alternatif seperti pemberantasan judi online, penindakan tegas terhadap koruptor, dan penghematan anggaran perjalanan pejabat seolah diabaikan. Alih-alih memanfaatkan opsi ini, pemerintah lebih suka mengambil jalan mudah dengan membebani masyarakat.  

Berbicara atas anggaran kebijakan baru. Tentu tidak lepas dari Program makan siang gratis. Program makan siang gratis menurut saya hanya menambah beban anggaran tanpa memberikan solusi jangka panjang. Padahal, dana tersebut bisa diarahkan untuk sektor yang lebih strategis, seperti pendidikan. Selain itu, sejarah buruk pengelolaan pajak mulai dari korupsi dana haji hingga penyimpangan anggaran pandemi yang membuat masyarakat semakin sulit mempercayai pemerintah.  

PPN yang lebih tinggi akan mengurangi daya beli masyarakat, melemahkan perekonomian, dan pada akhirnya, pemerintah mungkin akan kembali memberikan bantuan sosial sebagai solusi. Ironisnya, ini seperti lingkaran masalah yang diciptakan sendiri.  

Tanggapan Pemerintah
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, berargumen bahwa tarif PPN Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara G20 seperti Brasil (17%), India (18%), dan Afrika Selatan (15%). Namun, perbandingan ini tidak relevan jika tidak mempertimbangkan pendapatan per kapita, kualitas pelayanan publik, atau efisiensi pengelolaan anggaran negara-negara tersebut. Bahkan, negara maju seperti Jepang (10%), Singapura (9%), dan Swiss (8,1%) mampu memberikan pelayanan jauh lebih baik dengan tarif PPN lebih rendah.  

Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengklaim bahwa kenaikan PPN merupakan hasil keputusan bersama dengan DPR, sehingga mencerminkan "keinginan rakyat." Pernyataan ini terasa absurd, mengingat rakyat tidak benar-benar diberi ruang untuk menyuarakan keberatan mereka. Jika pemerintah benar-benar peduli, Presiden memiliki kewenangan untuk menunda atau membatalkan kebijakan ini.  

Di tengah kebijakan yang terus menekan, rakyat hanya bisa berharap untuk bertahan. Meski pemerintahan baru akan segera dimulai, masalah-masalah lama tetap ada, dan kepercayaan terhadap pemerintah semoga tidak semakin terkikis.

Komentar

APA KATA MEREKA TENTANG PMII

Berikut ungkapan tentang PMII dimata mereka.

Testimoni
Jenderal TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto
Presiden Republik Indonesia 2024-2029

Di saat kritis, dalam kehidupan bangsa PMII sebagai bagian dari keluarga besar NU, tampil dan berkali-kali menyelamatkan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Mereka adalah tokoh-tokoh yang banyak jasanya kepada negara dan bangsa.

Testimoni
Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
Menteri Agama Republik Indonesia 2024-2029

Kader PMII memiliki peran strategis dalam mengatasi persoalan kebangsaan. Banyak kader dari PMII yang kini menempati posisi strategis dalam kepemimpinan nasional. PMII harus terus konsisten menebarkan toleransi dan kesejukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dan beragam. PMII harus menjadi garda terdepan dalam mengamalkan dan menyebarkan Islam Ahlussunah Waljamaah.

Testimoni
Abdul Hadi
Bupati Balangan 2019-2029

Organisasi mahasiswa banyak memberikan pelajaran dan pengalaman terhadap dirinya. Misalnya, gaya berkomunikasi dan berorganisasi dengan baik. Sebab itu, saya berharap kader-kader PMII Kalsel sekarang bisa belajar dan menerapkannya di kehidupan bermasyarakat.

Testimoni
Prof. Dr. H. Mujiburrahman, MA
Rektor UIN Antasari Banjarmasin

PMII berdiri diatas tiga pilar, yaitu zikir, pikir dan amal saleh. Tiga pilar ini pada hakikatnya adalah gerakan hidup seorang muslim. Dengan ibadah, dia ingat Allah. Dengan berpikir, dia mendapatkan dan mengembangkan ilmu. Dengan amal saleh, dia mengisi hidupnya menjadi penuh makna.

Testimoni
KH. Yahya Cholil Staquf
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

PMII sudah punya ekosistem sendiri. Mulai dari jaringan nasional, organisasinya, sampai kepada alumni-alumni ini. Tidak mungkin saya membentuk organisasi baru untuk mahasiswa NU, sudah tidak ada waktu dan tidak ada momentum. Memang harus PMII.

Testimoni
Khofifah Indar Parawansa
Gubernur Jawa Timur 2019-2029

Saya merasa bahwa ini tempat menggodok dan mengasah bagi saya, leadership itu terasah dengan dinamika yang luar biasa, karena saya Ketua cabang PMII pertama di Indonesia.

Testimoni
Arumi Bachsin
Model dan Aktor Indonesia

PMII punya satu tempat khusus di hati saya. Lebih dari sekadar organisasi, PMII adalah rumah kedua saya. Di sinilah saya belajar tentang arti kepemimpinan, solidaritas, dan perjuangan.

Hubungi kami melalui WhatsApp